BERBICARA LEMAH LEMBUT KEPADA KEDUA ORANG TUA [Bagian 1]

3 menit baca
BERBICARA LEMAH LEMBUT KEPADA KEDUA ORANG TUA [Bagian 1]
BERBICARA LEMAH LEMBUT KEPADA KEDUA ORANG TUA [Bagian 1]

BERBICARA LEMAH LEMBUT KEPADA KEDUA ORANG TUA [Bagian 1]

٨ – عَنْ طَيْسَلَةَ بْنِ مَيَّاسٍ، قَالَ : كُنْتُ مَعَ النَّجَدَاتِ، فَأَصَبْتُ ذُنُوبًا لا أَرَاهَا إِلا مِنَ الْكَبَائِرِ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لابْنِ عُمَرَ، قَالَ : مَا هِيَ؟ قُلْتُ : كَذَا وَكَذَا، قَالَ : لَيْسَتْ هَذِهِ مِنَ الْكَبَائِرِ، هُنَّ تِسْعٌ : الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَقَتْلُ نَسَمَةٍ، وَالْفِرَارُ مِنَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَةِ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَإِلْحَادٌ فِي الْمَسْجِدِ ، وَالَّذِي يَسْتَسْخِرُ، وَبُكَاءُ الْوَالِدَيْنِ مِنَ الْعُقُوقِ، قَالَ لِي ابْنُ عُمَرَ : أَتَفْرَقُ النَّارَ، وَتُحِبُّ أَنْ تَدْخُلَ الْجَنَّةَ؟ قُلْتُ : إِي وَاللَّهِ، قَالَ : أَحَيٌّ وَالِدُكَ؟ قُلْتُ : عِنْدِي أُمِّي، قَالَ : فَوَاللَّهِ لَوْ أَلَنْتَ لَهَا الْكَلامَ، وَأَطْعَمْتَهَا الطَّعَامَ، لَتَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ مَا اجْتَنَبْتَ الْكَبَائِرَ.

  1. Dari Thaisalah bin Mayyas, ia berkata: Aku pernah tergabung bersama kelompok Najdah [bin Amir; salah satu kelompok khawarij]. Saat itu, aku terjatuh pada sejumlah dosa yang menurutku itu ialah dosa besar.

Kemudian aku menceritakannya kepada Ibnu Umar.

Beliau bertanya, “Apa saja dosa yang kamu maksud?”

Aku menjawab, “Ini dan itu.”

Ibnu Umar berkata, “Itu bukan dosa besar. Dosa-dosa besar ada sembilan; yaitu
[1] menyekutukan Allah,
[2] membunuh orang,
[3] lari dari peperangan,
[4] menuduh zina wanita mukmin,
[5] memakan harta riba,
[6] mengambil harta anak yatim,
[7] melakukan kejahatan di masjid,
[8] orang yang suka menghina (mengejek), dan
[9] orang tua menangis ialah kedurhakaan.”

Ibnu Umar berkata kepadaku, “Apakah engkau takut dari neraka dan ingin masuk surga?”

Aku berkata, “Tentu saja, demi Allah.”

Ibnu Umar berkata, “Apakah orang tuamu masih hidup?”

Aku menjawab, “Ibuku masih hidup.”

Ibnu Umar berkata, “Demi Allah! sekiranya engkau berbicara lemah lembut kepadanya dan memberinya makanan, niscaya engkau akan masuk surga selama dosa-dosa besar itu dijauhi.”¹

¹ Sanadnya hasan. Hadits mauquf (perkataan sahabat Nabi).
————————————————————————

Permata Hikmah dalam Hadits

  1. Bimbingan bagi segenap anak agar berbicara lembut kepada orang tuanya.

Hal terpenting yang diinginkan oleh orang tua, terlebih ibu, adalah kelembutan dan kesantunan anak-anaknya ketika berbicara. [Syarah Syaikh Abdurrazzaq al-Badr].

Seorang anak yang telah dewasa atau bahkan berkeluarga, bisa jadi ia memiliki pengetahuan yang tidak diketahui oleh kedua orang tuanya. Namun, hal itu tidak boleh membuatnya berkata-kata keras, ketus, apalagi kasar ketika berbicara dengan mereka.

Jika ada sesuatu yang perlu diluruskan, maka luruskanlah dengan kelemahlembutan. Apabila ada yang ingin disampaikan, maka sampaikanlah dengan cara yang santun. Tindakan demikian jauh lebih bernilai bagi ibu dan ayah kita, bahkan melebihi kegembiraan mereka saat kita bisa memberi harta.

Berbicara dengan lembut kepada mereka adalah jalan menuju surga; dan cara agar selamat dari siksa neraka.

  1. Memberi makan kepada orang tua, atau dengan kata lain menafkahi mereka, merupakan salah satu pintu kebaikan yang besar.

Seorang anak hendaknya dengan senang hati membantu perekonomian orang tuanya. Tentu semua orang merasa senang ketika ada uang lebih, maka begitu pula dengan orang tua kita. Tidak perlu kita berpikiran bahwa mereka masih cukup, uang pensiunannya masih ada, dan seterusnya. Selama kita bisa memberi, maka berilah orang tua. Ingatlah yang dikatakan oleh sahabat rasul, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma di atas, “… dan memberinya makanan, niscaya engkau akan masuk surga selama dosa-dosa besar itu dijauhi.”

Sementara jika orang tua mengalami kehidupan yang sulit, untuk makan sulit, maka ulama sepakat bahwa anak yang mampu wajib untuk menafkahi kedua orang tuanya. Imam Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,

وَأَجْمَعَ أَهْلُ العِلْمِ عَلَى أَنَّ نَفَقَةَ الوَالِدَيْنِ الفَقِيرَيْنِ الَّذَيْنِ لَا كَسْبَ لَهُمَا، وَلَا مَالَ، وَاجِبَةٌ مِنْ مَالِ الوَلَدِ.

“Para ulama sepakat bahwa nafkah untuk kedua orang tua yang miskin, yang tidak memiliki penghasilan dan harta, adalah wajib pada harta anaknya.” (Al-Isyraf, 5/167)

‎Hari Ahadi @ Al-Muhajirin
Serial Hadits Adabul Mufrad | Bab (5)
————————————————————————
Mari ikut berdakwah dengan turut serta membagikan artikel ini, asalkan ikhlas insyaallah dapat pahala.
•••
https://t.me/nasehatetam
www.nasehatetam.net

Hari Ahadi @ Al-MuhajirinSerial Hadits Adabul Mufrad | Bab (5)

https://t.me/nasehatetam

www.nasehatetam.net